oleh lana molen
Oke brother. Kali ini kita akan
membahas bagaimana semestinya calon-calon penulis dalam mengejar mimpinya
menjadi seorang penulis profesional. Penulis yang diakui khalayak sebagai
penulis produktif yang punya kualitas. Halah.
Apa yang kupaparkan nantinya bedasarkan
kisah nyata atau pengalamanku sendiri selama ini. Mulai dari niat untuk menjadi
penulis sejak tahun 2009, proses mengejar cita-cita tersebut, dan hasil
sementara hingga saat ini. Ada banyak cerita dan pengalaman yang cukup penting
untuk kubagikan pada petitulen sekalian. Ini penting bagi mereka yang sampai
sekarang masih saja bercita-cita ingin jadi penulis namun tak ada satu karya
pun yang dapat ditelurkan.
Sebenarnya sob, aku adalah tipe
orang pengkhayal. Banyak sekali khayalanku hingga kadang berimajinasi tentang
sesuatu yang tak masuk akal, seperti menembus lorong waktu ke zaman
berabad-abad silam atau berkhayal sebagai seorang detektif bayaran yang dapat
menuntaskan apapun, termasuk korupsi (biar dilirik KPK). Pun juga, aku senang
bercengkrama dengan masa laluku dengan berkhayal; saat aku dan adik-adikku
melalui masa kecil yang keras, pengalamanku di lima pesantren, hingga persoalan
'cinta monyet' yang membelitku. Ya, aku memang terlalu senang berkhayal. Aku,
tau kalian juga senang berkhayal kan? Murah dan enak. Hahahaha.
Cukup!
Disini, aku mengajak petitulen untuk
kembali ke kebelakang. Lihat, kita ini sudah hidup belasan atau puluhan tahun.
Ada banyak ide berupa tema, judul, atau bab yang bisa kita eksplorasi dari
pengalaman hidup kita. Tentang masa kecil, remaja, saat sakit hati, jatuh
cinta, masuk parit, pertama kali jatuh dari pohon, atau apalah. Pasti banyak
sekali potongan mosaik yang mengambang-ngambang di alam pikiran kita. Oh,
mungkin ada yang beralasan begini,
"Bang, selama hidup di dunia
ini aku cuma makan-tidur sama kentut doang, jadi enggak ada hal menarik yang
bisa diceritakan!"
"Wah cerita kamu pasti best
seller ni. Karena cuma kamu di dunia ini yang hidup cuma makan-tidur sama
kentut doang!"
Jadi, alasan enggak ada ide hanyalah
alasan klasik dari sifat malas. Catat!
Oke, aku tau, masalah yang muncul
tentang 'ide' adalah, kita punya selera ketika menulis. Tidak semua orang
tertarik menulis fiksi! Persis, tidak semua orang juga tertarik menulis non
fiksi! Ini sebenarnya yang menjadi masalah bagi penulis pemula. Terlalu
milih-milih. Disuruh buat cerpen, "bukan gaya saya, saya suka tulisan yang
alamiah."
"Nevermind! Coba tulis
makalah?"
"Ah, malas lah!"
Ujung-ujungnya malas juga. Ya,
sebenarnya kendala para penulis pemula itu adalah rasa malas yang
sangat-sangat-sangat dibesar-besarkan.
Kita ambil hikmah dari ajang
Indonesian Idol. Menjadi seorang penulis profesional, aku rasa mirip dengan
menjadi seorang penyanyi profesional. Lihat saja, karakter vokal dari beberapa
kontestan. Setiap kontestan memiliki karakter vokal dan genre yang berbeda.
Sebut saja Dion dengan aliran swing dan si Kribo (aku lupa namanya) dengan
karakter vokal nge-rock. Mereka bernyanyi dengan bagus. Namun, coba dengar
komentar Anang yang menilai Dion, "Dion, kalau kamu bertahan di swing
penonton akan bosan." Lihat siapa yang akhirnya juara. Regina adalah tipe
penyanyi yang mampu memukau juri dan penonton bukan hanya karena karakter
vokalnya, namun karena ia mampu memberikan warna pada setiap lagu yang ia bawakan.
Mungkin kalau disuruh bawain lagu dangdut, pasti dia enggak akan menolak.
"Ini tantangan!" katanya.
Begitu pula seharusnya calon
penulis. Ia harus mau menulis apa saja. Saya katakan 'mau' bukan 'mampu'.
Disuruh buat cerpen, oke! Opini? Enggak masalah! Artikel? Why not? Kalau
makalah? Hadoooh! Oke2, aku tau membuat makalah memang membosankan.
Satu saat nanti, setelah kita
mencoba berbagai macam tulisan, karakter tulisan kita pasti akan terlihat.
Perlu diketahui juga, bahan bacaan sangat memengaruhi tulisan kita. Kalau kamu
senang baca novel komedi, dan memang punya selera humor yang tinggi. Tulisan
kamu nantinya pasti selalu diselipi humor-humor menggelitik. Saat orang yang
membacanya tertawa, disitulah letak kepuasannya. Begitu juga orang yang senang
membaca karya sastra klasik. Tulisannya pun akan terbaca berat oleh orang-orang
awam. Namun, disaat orang yang mengerti membaca karya kamu dan terpikat,
disitulah letak kepuasan yang mungkin hanya kamu sendiri yang merasakannya.
Karakter tulisan tak mungkin bisa diciptakan dengan proses menulis yang hanya
berlangsung seminggu sekali. Rutinitas menulis yang sifatnya repetisi akan
menelurkan karakter tulisan kita secara alami. Minimal satu hari satu tulisan.
"Kalau serius jadi penulis ne! Kalau enggak setahun sekali pun enggak
apa-apa."
Masalah lain muncul, yaitu waktu.
Banyak pemula yang selalu mengeluh karena waktu yang 24 jam begitu singkat
buatnya. Alasan tugas, kerja, atau 'enggak sempat' selalu menjadi momok
tersendiri. Akhirnya, tidak ada yang bisa dihasilkan kecuali keluhan-keluhan
yang semakin lama semakin berlemak di otak. Padahal, baik jin dan manusia,
selama masih tinggal di dunia, ya waktunya tetap 24 jam. Sekarang, tergantung
komitmen untuk meluangkan beberapa jam waktu untuk mulai menulis. Tak masalah
walau hanya satu paragraf. Buat saja, yang penting istiqomah. Sedikit demi
sedikit akhirnya menjadi bukit. Remember it.
Dulu aku juga mengeluh tentang
waktu. Sekarang, kalau ingin mengeluh, ya tetap tentang waktu. Tapi tak ada
gunanya mengeluh. Akhirnya, Aku mulai menulis setiap hari di sebuah binder.
Pertama kali menulis langsung proyek novel. Di halaman awal kubuat para
pemerannya. Anak mudanya tentu aku sendiri. Kalau tidak salah, judulnya,
"Ketika Cinta Bersahabat". Saat itu belum ada komputer apalagi
laptop. Bayangkan menulis di atas kertas. Aku begitu hati-hati menulis untuk
meminimalisir kesalahan. Setelah berminggu-minggu aku kembali melihat
tulisan-tulisanku.
"Busyet! Ini tulisan kok jelek
amat! Ceritanya enggak karu-karuan. Kata-katanya campur aduk! Bahasanya
lebay!" Dan ntah apalagi kesalahan yang membuat keningku berkerut. Tapi
sob, aku menyadari ada perkembangan di tulisan-tulisanku berikutnya. Kurang
puas, aku tanya sama temanku, Indah.
"Ia, kelihatan tulisanmu mulai
bagus. Berbeda dengan sebelum-sebelumnya," kata si Indah yang setiap hari
selalu membaca perjalanan novelku.
"Waccaauuu! Mantaf gan!"
eksperiku kala itu.
Walau akhirnya novel "Ketika
Cinta Bersahabat" harus dimusiumkan karena kehabisan ide.
Lalu, aku mulai menulis puisi. Waktu
axis masih nyediain 1000 sms gratis, setiap hari puisi-puisiku bakal kukirim
send all melalui sms kepada teman-teman. Berikutnya aku menjajal cerpen. Ada
banyak cerpen yang kubuat. Tidak berhenti sampai disitu, aku mulai menulis esai
untuk mengikuti sebuah kompetisi, menulis opini untuk majalah kampus, artikel
islami untuk buletin jumat sampai jenis tulisan jurnalistik, seperti features,
stright news dan soft news. Babat habis.
Akhirnya, aku menemukan gaya
tulisanku. Entah kenapa genre tulisanku adalah komedi. Aku juga bingung. Tapi,
aku merasa enjoy, lepas, dan mengalir ketika menuliskan cerita atau motivasi
dalam balutan anekdot yang kadang terkesan lebay. Tapi jangan salah, aku selalu
menyelipkan inspirasi dibalik setiap tulisanku, walaupun hanya sebagian orang
yang mungkin menyadarinya.
Lalu, karena aku telah yakin bahwa
karakter tulisanku bergaya komedi inspirasi. Aku bertekad membuat tulisan
selama 100 hari sesuai dengan karakter tulisanku. Dari awal aku memang
meniatkan, nantinya tulisanku ini harus terbit. Apapun ceritnya. Alhamdulillah
akhirnya tercapai.
Oke, udah panjang kali ni.
Di paragraf terakhir ini aku mau
menekankan pada kalian, setiap keinginan, visi, atau cita-cita harus dibalut
dengan yang namanya target. Contoh, kalau seseorang ingin menjadi dokter, ia
harus masuk jurusan kedokteran, jangan masuk jurusan pertanian. Seseorang
mahasiswa kedokteran juga diberi target oleh universitas untuk menyelesaikan
pendidikannya. Jika ia tidak mampu menyelesaikan pendidikannya, jangankan jadi
dokter, jadi perawat aja enggak bisa. Begitu juga dengan calon penulis, ia
harus punya target yang jelas. Misalnya, dalam satu bulan ini aku harus
menghasilkan 5 cerpen. Dua bulan ini, tiga bulan ini, atau empat bulan ini aku
harus ngapain. Ketika target-target jangka pendek tadi dapat terpenuhi,
bersyukurlah dan berbahagialah, karena anda telah meraih mimpi-mimpi kecil
anda.
Yakinlah, mereka yang dapat meraih
mimpi di langit sana pasti melalui raihan mimpi-mimpi kecil yang mereka gantung
di langit-langit kamarnya.
Keep fighting! Trust me, it’s work!
mau jadi penulis?? gabung yuk di Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia , caranya buka link ini http://famindonesia.blogspot.com/2012/07/panduan-dan-formulir-pendaftaran.html
ayo terbitkan karya. bisa juga lewat jalur independent. bisa cek http://dar-inshirah.blogspot.com/ ;-)
BalasHapus